Ketenangan (Stillness): Jawaban Atas Segala Permasalahan Hidup
“All of humanity’s problems stem from man’s inability to sit quietly in a room alone.” — Blaise Pascal
Di dunia yang membuat kita semakin gampang stres dan emosi, ketenangan jiwa menjadi lebih langka dari kunang-kunang di malam hari.
Media sosial memborbardir kita dengan keberhasilan orang lain, membuat kita cemas, galau, dan gelisah. Beban pekerjaan membuat hati dan pikiran kita tertekan. Pertanyaan “kapan menikah” dan “kapan punya anak” selalu menghantui.
Siapa yang bisa tenang dalam dunia yang seperti ini?
Permasalahan inilah yang dibahas oleh Ryan Holiday dalam buku Stillness is the Key. Menurutnya, ketenangan atau stillness adalah kunci atas segala sesuatu yang kita cari dalam hidup. Stillness adalah kunci untuk berpikir jernih, mengambil keputusan berat, menghadapi situasi bertekanan tinggi, meningkatkan produktivitas, dan menemukan kebahagiaan.
Ini 10 saran dari buku Stillness is the Key yang harus dicoba kalau kamu ingin mendapatkan ketenangan.
1. Limit Your Inputs
Mustahil merasakan ketenangan kalau setiap detik kamu diganggu oleh notifikasi. Sepenting itukah pesan yang masuk sampai harus dicek saat itu juga? Tidak bisakah mereka semua menunggu satu atau dua jam selagi kamu fokus?
Scrolling di media sosial juga sama. Apalah gunanya tahu artis A atau B kemarin ke Jepang atau New Zealand? Apalah gunanya tahu selebgram mana yang lagi jomblo, baru putus, atau menuju menikah? Semua informasi itu membuat pikiranmu kusut.
Matikan notifikasi. Kurangi media sosial. Pikiranmu akan lebih tenang.
“… it’s very difficult to think or act clearly (to say nothing of being happy) when we are drowning in information.”
2. Slow Down, Think Deeply
Ini mungkin terdengar obvious, tapi cara terbaik untuk menyelesaikan masalah adalah dengan berpikir sebelum bertindak.
Kalau kamu bertindak tanpa berpikir, kamu seperti binatang yang bertindak murni sesuai instink. Padahal, permasalahan manusia tidak bisa diselesaikan dengan instink. Permasalahan manusia rumit seperti tali yang berbelit-belit.
Dan berpikir di sini bukan berpikir biasa tapi berpikir dalam-dalam. Adakah solusi lain yang belum terpikirkan? Benarkah yang terlihat itu masalah utama? Atau itu dampak dari masalah utama yang belum menunjukkan diri?
Sama seperti sekolah dulu. Semakin kamu membekali diri dengan berpikir, semakin tenang juga kamu menghadapi ujian.
“The world is like muddy water. To see through it, we have to let things settle. We can’t be disturbed by initial appearances, and if we are patient and still, the truth will be revealed to us.”
3. Start Journaling
Menurut penelitian, menulis jurnal meningkatkan “well-being” orang yang mengalami kejadian traumatis.
Masuk akal karena menumpahkan keresahan ke atas kertas rasanya sama seperti bercerita kepada seorang sahabat. Kamu merasa didengarkan walaupun seorang sahabat atau selembar kertas tidak memberi solusi apa-apa.
Tapi dadamu terasa lega setelah bercerita. Beban di bahumu hilang. Pikiranmu jernih. Badanmu rileks.
Berceritalah kepada kertas. Pikiran buruk yang sudah ditumpahkan ke atas kertas tidak akan mengganggumu lagi.
“Putting your own thinking down on paper lets you see from a distance. It gives you the objectivity that is so often missing when anxiety and fears and frustrations flood your mind.”
4. Let Go
Pernah dengar “do your best and let God do the rest”?
Quote itu menenangkan. Karena quote itu mengingatkan kita untuk melepaskan obsesi kita pada hasil. Dan quote itu mengingatkan kita untuk menikmati proses.
Kenapa menikmati proses begitu penting? Karena kebahagiaan yang kamu dapatkan dari hasil tidak bertahan lama jika dibandingkan dengan kebahagiaan yang kamu dapatkan dari proses.
Wisuda? Senang, tapi hanya pada hari itu. Buku masuk daftar best seller? Senang, tapi hanya pada minggu itu. Yang bertahan adalah kepuasan yang kamu dapatkan dari menuntut ilmu dan menulis buku.
Hasil hanya bisa dinikmati pada momen tertentu, tapi proses bisa dinikmati terus menerus tanpa henti. Dan hasil tidak seratus persen dalam kuasamu.
Sadari itu, dan kamu akan lebih tenang dalam bekerja.
“Have you ever notice that the more we want something, the more insistent we are on a certain outcome, the more difficult it can be to achieve it?”
5. Enough
Seluruh harta, tahta, dan wanita di dunia tidak akan cukup untuk orang yang tidak pernah merasa “cukup”.
Kamu pasti tahu. Dulu ketika SMA, ingin segera kuliah. Ketika kuliah, ingin segera kerja. Ketika kerja, ingin segera naik gaji. Dan bahkan setelah punya uang berlimpah pun, kamu masih ingin lebih lebih dan lebih. Tidak pernah ada kata cukup.
Ketenangan tidak bisa dibeli. Dia muncul dari dalam bukan dari luar. Kalau kamu berani mengatakan “cukup”, maka harta yang seujung kuku pun cukup untuk membuat hatimu damai.
“If you believe there is ever some point where you feel like you’ve ‘made it’, when you finally be good, you are in for an unpleasant surprise.”
6. Bathe in Beauty
Kenapa alunan ombak di sore hari begitu menenangkan? Karena dia membuatmu melihat, benar-benar melihat.
Ketika melihat keindahan ombak yang bersatu dengan matahari terbenam, kamu tidak lagi memikirkan masalah yang membuatmu stres belakangan ini. Kamu tidak lagi memikirkan rencana masa depanmu. Yang ada hanya keindahan ciptaan Tuhan. Tenang, tentram.
Apakah kamu harus ke pantai agar bisa tenang? Tidak perlu, karena keindahaan ada di mana-mana. Yang perlu kamu lakukan hanyalah melihat. Buka matamu, dan biarkan keindahan dunia menenangkanmu.
“Even when we are killing each other in pointless wars, even when we are killing ourselves with pointless work, we can stop and bathe in the beauty that surrounds us, always.”
7. Conquer Your Anger
Dengan kemarahan, kamu tidak cuma merusak kesehatan tapi juga memperburuk keadaan.
Kecewa boleh. Sedih boleh. Tapi jangan marah-marah, apalagi sampai membentak atau memukul. Itu pertanda orang yang tidak pernah mengatur emosi. Itu pertanda orang yang tidak bisa menenangkan diri.
Tarik napas yang dalam sebelum bereaksi. Pikirkan konsekuensi yang bisa terjadi kalau kamu membentak orang tuamu atau memukul kaca spion orang. Selesaikah masalahmu? Atau menambah masalah baru?
Dan yang paling penting, tenangkah hidup orang yang seperti itu?
“The person we yelled at is now an enemy. The drawer we broke in a fit is now a constant annoyance. The high blood pressure, the overworked heart, inching us closer to the attack that will put us in the hospital or the grave.”
8. Take a Walk
Menurutku orang Indonesia kekurangan jalan. Bukan kekurangan jalan-jalan ke luar kota atau negeri, tapi kekurangan jalan kaki.
Berangkat ke kantor naik ojek online dan selama perjalanan main handphone. Pulang juga sama. Istirahat makan siang sama. Dan semuanya selalu bersama handphone. Kapan bisa tenang kalau kaki tidak pernah diajak jalan dan handphone tidak pernah ditinggal?
Coba tinggalkan handphone-mu (atau matikan) ketika berjalan kaki. Kamu akan mensyukuri kedua kaki yang berfungsi dengan sempurna. Di balik rasa syukur itu ada ketenangan. Dan di balik ketenangan itu muncul ide yang selama ini terpendam dalam tumpukan informasi.
Keluar. Jalan kaki. Kemana pun yang kamu mau. Semudah itu mencari ketenangan.
“The key to a good walk is to be aware. To be present and open to the experiences. Put your phone away. Put your pressing problems of your life away, or rather let them melt away as you move.”
9. Go to Sleep
Tidur itu sahabat kerja, bukan musuh. Karena tidur itu baik untuk pekerjaan.
Kalau kamu kurang tidur, pekerjaan yang mudah akan terasa seribu kali lebih sulit. Bahkan menyetir saja, yang semua orang bisa, menjadi berbahaya dalam kondisi mengantuk. Mungkin pekerjaanmu selesai, tapi kualitasnya? Hancur lebur.
Beda dengan orang yang tidurnya cukup. Pekerjaan menjadi lebih mudah. Energi menjadi lebih tinggi. Emosi menjadi lebih mudah diatur. Ketenangan terjaga sepanjang hari.
“If you want peace, there is just one thing to do. If you want your best, there is just one thing to do. Go to sleep.”
10. Find a Hobby
Tidak ada aturan dalam memilih hobi. Lari, bersepeda, menulis, melukis, tinju, main layangan, boleh dijadikan hobi. Apa pun itu, yang penting bisa membuat hatimu tenang.
Ketika memilih hobi, jangan pikirkan uang dan popularitas. Kalau sudah berpikir seperti itu maka hobi itu bukan sekadar hobi lagi, tapi berubah menjadi pekerjaan. Gunakan hobi untuk membawamu pergi dari rutinitas yang melelahkan.
Kalau dari pagi sampai sore kamu tertekan karena pekerjaan, lakukan hobimu di malam hari walaupun hanya satu jam. Setidaknya itu satu jam yang membuat hatimu kembali tenang.
“The point isn’t to simply fill the hours or distract the mind. Rather, it’s to engage a pursuit that simultaneously challenges and relaxes us.”